PT Industri Nuklir Indonesia (Persero) atau PT Inuki, bekerja sama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta, menggelar seminar dalam bentuk webinar bertajuk 'Equilibrium Pelayanan Pet Scan di Indonesia #petforeveryone' di Gedung Pusat Penelitian FK-KMK UGM, Yogyakarta, Kamis (5/9/2019).
Seminar yang dihadiri sejumlah pengamat, akademisi, mahasiswa UGM, juga pakar kesehatan yang tersebar di Indonesia ini, dibuka langsung oleh moderator Ni Luh Putu Eka Andayani, dilanjutkan dengan sambutan pembukaan oleh Direktur Produksi dan Penjualan PT Inuki, Bunjamin Noor.
Dalam kesempatan ini, Bunjamin lebih banyak berbicara soal pelayanan kedokteran nuklir dengan Siklotron dan PET/CT Technology dan juga perkembangannya di negara-negara Asia Tenggara yang meliputi Thailand, Malaysia, Indonesia, Kamboja, Vietnam, Singapura, dan Filipina.
Bunjamin mengatakan, jumlah pusat pelayanan kedokteran nuklir di negara-negara maju sekitar 2 hingga 4 pusat untuk 1 juta jiwa. "Sementara, di Indonesia sendiri hanya terdapat 4 pusat pelayanan untuk 260 juta penduduk," kata Bunjamin kepada Beritasatu.com, Jumat (6/9/2019).
Menurut Bunjamin, permasalahan bagi para penyedia pelayanan kedokteran nuklir adalah saat ini RS tidak dapat mengedarkan atau menjual produk radiofarmaka ke institusi lain di luar RS, karena terbentur regulasi, sehingga produksi menjadi sangat mahal dan tidak efisien.
"Inuki akan bertransformasi sebagai center of excellent di bidang nuclear medicine dan mendorong sinergi antar kementerian dan lembaga yang terkait untuk pengembangan siklotron di Indonesia, serta membantu mewujudkan nawacita Presiden Jokowi, yaitu Indonesia Sehat," tegas Bunjamin
Ketua Umum Perhimpunan Rumas Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Dr Kuntjoro A Purjanto, mengungkapkan, perlunya pembangunan ekosistem yang mendukung, mulai dari beasiswa untuk dokter ahli, regulasi dari Undang-undang (UU) sampai Permenkes, kesiapan Dinkes, business plan RS, sampai ke masalah sumber-sumber pembiayaan, yang selain BPJS juga perlu digali sumber lainnya.
"Layanan PET-CT dapat dimanfaatkan oleh RS yang memiliki Pusat Kanker Terpadu, Pusat Jantung Terpadu, dan Pusat Otak terpadu," kata Kuntjoro.
Sementara, Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof dr Laksono Trismantoro Msc PhD, mengatakan, selama lima tahun ini pertumbuhan RS di Indonesia didominasi RS private di Provinsi-provinsi maju, dimana sebagain diantaranya bekerja sama dengan BPJS.
"Akibatnya, terjadi ketidakmerataan pelayanan kesehatan, dan pelayanan kanker merupakan salah satu yang tak seimbang. Karena itu, perlu adanya penyeimbangan pelayanan kanker. Berbagai bahan yang mahal untuk investasi pengobatan kanker perlu dicari solusinya," kata Laksono, sembari berharap hasil seminar ini bisa menjadi salah satu bahan untuk policy brief tentang hal ini.
Pakar Hukum Kesehatan, Dr M Luthfie Hakim SH MH, memberi paparan soal penyelenggaraan pelayanan siklotron yang merupakan pemanfaatan radionuklida dan atau radiofarmaka yang dihasilkan oleh peralatan siklotron untuk keperluan pelayanan, pendidikan dan penelitian bidang kesehatan hanya dapat diselenggarakan di RS kelas A, atau RS kelas B, terutama RS yang ditetapkan sebagai RS pendidikan.
"Pelayanan kedokteran nuklir sangat tergantung pada suplai dan logistik dari radionuklida dan atau adiofarmaka yang dihasilkan oleh siklotron. Setiap siklotron dapat memenuhi kebutuhan untuk beberapa sarana pelayanan kesehatan yang melakukan pelayanan kedokteran nuklir yang membutuhkan radionuklida dan atau radiofarmaka, sesuai kemampuan alat tersebut," jelas Luthfie Hakim.
Sementara, CEO National Hospital Surabaya, dr Hans Wijaya, menjelaskan, penggunaan PET/CT Scan dari sisi pemerintah sangat berguna untuk pengurangan devisa negara yang keluar untuk pemeriksaan PET/CT. "Dalam setahun, ada Rp 120 miliar yang keluar untuk pemeriksaan PET/CT di Singapura," kata Hans Wijaya.
Selain itu, kata Hans Wijaya, penggunaan PET/CT Scan juga menghasilkan efisiensi biaya kesehatan pada penanganan penyakit kanker, deteksi dini kanker yang memperpanjang harapan bidup masyarakat, serta pengembangan riset onkologi dan kemajuan dunia kedokteran.
"Kalau dari sisi RS, bisa dikatakan peningkatan level of service, peningkatan citra RS, dasar bagi pengembangan penelitian dan pelatihan onkologi, tambahan kesejahteraan karyawan, dan peningkatan revenue. Sementara, dari sisi masyarakat lebin terjangkau dan aksesibilitas lebin mudah," jelas Hans Wijaya.